Total Tayangan Halaman

Minggu, 29 Mei 2011

IT part 13

PERAN PENTING PEMBELAJARAN YANG MENGINTEGRASIKAN TIK

Mengapa pembelajaran yang mengintegrasikan TIK penting? Tantangan pendidikan abad 21, menurut PBB adalah membangun masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society) yang memiliki (1) keterampilan melek TIK dan media (ICT and media literacy skills), (2) keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills), (3) keterampilan memecahkan masalah (problem-solving skills), (4) keterampilan berkomunikasi efektif (effective communication skills); dan (5) keterampilan bekerjasama secara kolaboratif (collaborative skills). Keempat karakteristik masyarakat abad 21 menurut PBB tersebut dapat dibangun melalui pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran. Dalam konteks pendidikan, sesungguhnya peran TIK adalah sebagai “enabler” atau alat untuk memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien serta menyenangkan. Jadi, TIK dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.

Jika Anda diberikan suatu pertanyaan, ”Apakah TIK di sekolah telah dijadikan sebagai sarana untuk pembelajaran atau masih dijadikan sebagai obyek yang dipelajari?” atau ”Apakah siswa sudah belajar dengan TIK atau siswa masih belajar tentang TIK?” Apa jawaban jujur Anda?

Pasti,  Anda menjawab bahwa TIK di sekolah masih dijadikan sebagai obyek yang dipelajari atau siswa masih diposisikan sebagai orang yang sedang belajar TIK. Padahal, apa yang seharusnya terjadi adalah sambil belajar tentang TIK (learning about ICT), siswa juga belajar dengan menggunakan atau melalui TIK (learning with and or through ICT). Ingat, yang dimaksud dengan TIK tidak hanya komputer dan internet tapi segala jenis media iformasi dan komunikasi lain seperti dibahas sebelumnya.

Bagaimanakah peran guru dan siswa dalam pembelajaran yang mengintegrasikan TIK?
Bila dilihat dari sisi peran TIK bagi guru, maka pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran seharusnya memungkinkan dirinya untuk:
§  menjadi fasilitator, kolaborator, mentor, pelatih, pengarah dan teman belajar. 
§  dapat memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar kepada siswa untuk mengalami peristiwa belajar.
Jika, pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran hanya bertujuan untuk mempermudah guru menyampaikan materi, dimana ia berperan sebagai satu-satunya sumber informasi dan sumber segala jawaban, maka lima keterampilan masyarakat abad 21 yang dicanangkan PBB seperti dijelaskan di atas tidak akan berhasil. (adaptasi dari Division of Higher Education, UNESCO, 2002)
Sementara itu, bila dilihat dari sisi peran TIK bagi siswa, maka pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran harus memungkinkan siswa:
§  menjadi partisipan aktif;
§  menghasilkan dan berbagi (sharing) pengetahuan/keterampilan serta berpartisipasi sebanyak mungkin sebagaimana layaknya seorang ahli.
§  belajar secara individu, sebagai mana halnya juga kolaboratif dengan siswa lain.

Jika pemanfaatan TIK dalam pembelajaran masih membuat siswa tetap pasif, mereproduksi pengetahuan (sekedar menghafal), seperti guru mengajar dengan menggunakan slide presentasi dimana yang masih dominan adalah dirinya,  maka sia-sialah teknologi tersebut diiintegrasikan dalam proses pembelajaran yang kita lakukan.  Percayalah, jika itu yang terjadi, maka siswa-siswi kita nanti hanya akan memiliki ”PENGETAHUAN TENTANG ....” bukan KEMAMPUAN UNTUK .....”.  (adaptasi dari Division of Higher Education, UNESCO, 2002)
Jadi, secara teoretis, integrasi TIK dalam pembelajaran yang sesungguhnya harus memungkinkan  terjadinya proses belajar yang:
§  Aktif;  memungkinkan siswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar yang menarik dan bermakna.
§   Konstruktif; memungkinkan siswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau keinginan tahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.
§   Kolaboratif; memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya.
§   Antusiastik; memungkinkan siswa dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
§  Dialogis; memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana siswa memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah.
§  Kontekstual; memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan ”problem-based atau case-based learning
§  Reflektif; memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al (2001)).
§  Multisensory; memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik (dePorter et al, 2000).
§  High order thinking skills training; memungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak langsung juga meningkatkan ”ICT & media literacy” (Fryer, 2001).

Disinilah letak perbedaan antara guru abad 21 dengan guru tradisional. Kita sebagai guru abad 21 guru yang telah menggeser paradigma pembelajaran dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered learning) menuju pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning) dimana ia lebih berperan sebagai desainer pembelajaran, fasilitator, pelatih dan manajer pembelajaran. Bukan sebagai pencekok informasi dan satu-satunya sumber belajar, sang maha tahu. Oleh karena itu, guru harus mampu mendesain pembelajaran atau menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang mencirikan paradgma baru pembelajaran seperti dijelaskan di atas dengan mengintegrasikan TIK sebagai sarananya.
Penekanan utama dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang mengintegrasikan TIK sebenanya adalah bukan pada kecanggihan teknologi yang digunakan, tapi pada strategi pembelajaran yang mendukung keterampilan-keterampilan abad 21 seperti dijelaskan diatas melalui pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student-centered  learning). Oleh karena itu ada beberapa metode yang disarankan untuk membangun keterampilan masyarakat abad 21 dengan memanfaatkan TIK sebagai pendukungnya. Beberapa metode tersebut adalah sebagai berikut:

§  Resources-based learning; memiliki karakteristik dimana siswa diberikan/disediakan berbagai ragam dan jenis bahan belajar baik cetak (buku, modul, LKS, dll) maupun non cetak (CD/DVD, CD-ROM, bahan belajar online) atau sumber belajar lain (orang, alat, dll) yang relevan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kemudain siswa diberikan tugas untuk melakukan aktifitas belajar tertentu dimana semua sumber belajar yang mereka butuhkan telah disediakan. Sebagai contoh, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah siswa dapat membandingkan beberapa teori penciptaan alam semesta. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut, guru telah mengidentifikasi dan menyiapkan berbagai bentuk dan jenis sumber belajar yang berisi informasi tentang teori penciptaan alam semesta berupa buku, VCD, CD-ROM, alamat situs di internet dan mungkin seorang narasumber ahli astronomi yang diundang khusus ke kelas. Kemudian siswa ditugaskan untuk mencari minimal dua teori tentang penciptaan alam semesta secara individu atau kelompok baik dari buku, VCD, maupun internet sesuai dengan seleranya. Siswa juga diminta untuk menganalisis perbedaan dari berbagai segi tentang teori-teori tersebut dan membuat laporannya dalam MSWord yang kemudian dikirim ke guru dan teman lainnya melalui e-mail.
§  Case/problem-based learning; memiliki karakteristik dimana siswa diberikan suatu permasalahan terstruktur untuk dipecahkan. Dengan case-based learning solusi pemecahan masalahnya sudah tertentu karena skenario sudah dibuat dengan jelas. Tapi, dalam problem-based learning kemungkinan solusi pemecahan masalahnya akan berbeda. Misal, dua orang  siswa diberikan satu permasalahan dengan pendekatan problem-based learning. Maka solusi yang diberikan oleh siswa yang satu dengan siswa yang lain mungkin berbeda.
§  Simulation-based learning; memiliki karakteristik dimana siswa diminta untuk mengalami suatu peristiwa yang sedang dipelajarinya. Sebagai contoh, siswa diharapkan dapat membedakan perubahan percampuran warna-warna dasar. Maka, melalui suatu software tertentu (misal virtual lab) siswa dapat melakukan berbagai percampuran warna dan melihat perubahan-perubahannya. Dan ia dapat mencatat laporannya dalam bentuk tabel dengan menggunakan MSExcell atau MSWord. Atau kalau perlu mempresentasikan hasilnya dengan menggunakan MSPowerpoint.
§  Colaborative-based learning memiliki karakteristik dimana siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, secara kolaboratif melakukan tugas yang berbeda untuk menghasilkan satu tujuan yang sama. Sebagai contoh, untuk mencapai tujuan pembelajaran dimana siswa dapat membedakan beberapa teori penciptaan alam semesta, siswa dibagi ke dalam tiga kelompok. Masing-masing kelompok ditugas kan mencari satu teori penciptaan alam semesta. Kemudian ketiga kelompok tersebut berkumpul kembali untuk mendiskusikan perbedaan teori tersebut dari berbagai segi dan membuat laporannya secara kolektif. Salah seorang siswa dapat ditunjuk untuk menyajikan hasilnya. (sumber diadaptasi dari: http://www.microlessons .com).

REFERENSI
Dryden, Gordon; dan Voss, Jeanette; (1999), ”the Learning Revolution: to Change the Way the World Learn”, the Learning Web, Torrence, USA, http://www.thelearningweb.net.  
Fryer, Wesley A.; (2001), “Strategy for effective Elementary Technology Integration”, http://www.wtvi.com/teks/integrate/tcea2001/powerpointoutline.pdf
NIE, Singapore, “General Typology of Teaching Strategies in Integrated Learning System”, http://www.microlessons.com.
Norton, Priscilla; dan Spargue, Debra; (2001), “Technology for Teaching”, Allyn and Bacon, Boston, USA.
UNESCO Institute for Information Technologies in Education (2002), “Toward Policies for Integrating ICTs into Education”, Hig-Level Seminar for Decision Makers and Policy-Makers, Moscow.
UNESCO (2002), ” Information and Communication Technologies in Teacher Education: a Planning Guide”, Division of Higher Education.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar