Total Tayangan Halaman

Selasa, 24 Mei 2011

IT part 9

Pemanfaatan TIK
Pada umumnya, pengalaman menunjukkan bahwa semangat untuk melakukan pembangunan termasuk pengadaan peralatan selalu menggebu-gebu. Tetapi, setelah pembangunan selesai atau perangkat fasilitas/peralatan telah tersedia, masalah yang cenderung terjadi adalah bahwa bangunan yang telah jadi atau peralatan yang telah tersedia lebih banyak menganggurnya (idle).  Keadaan yang demikian ini dapat juga terjadi di lingkungan sekolah. Sebagai contoh adalah pengadaan perangkat fasilitas/peralatan TIK, baik yang diadakan sendiri oleh sekolah maupun yang diterima sekolah sebagai hasil pengadaan pihak lain. Di beberapa sekolah, perangkat fasilitas/peralatan yang ada belum atau tidak pernah digunakan sekolah atau baru dipakai sudah rusak.Mengapa?

Banyak faktor penyebabnya, antara lain misalnya: (a) para guru belum dipersiapkan dengan baik untuk memiliki kesiapan dalam memanfaatkan peralatan/fasilitas TIK secara optimal bagi kepentingan kegiatan pembelajaran, (b) para guru juga tidak dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai di bidang pengembangan bahan-bahan belajar yang dapat disajikan melalui fasilitas/ peralatan TIK yang telah diadakan sekolah, (c) para guru tidak mendapatkan appresiasi atas usaha atau kerja ekstra yang telah mereka lakukan dalam mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas/ peralatan TIK yang tersedia di sekolah, dan (d) kurangnya perhatian untuk melakukan perawatan atau pemeliharaan fasilitas/peralatan TIK yang telah dimiliki sekolah (enerjik dalam membangun/ mengadakan tetapi lemah dalam melakukan perawatan/pemeliharaan). 

Tidaklah mengherankan apabila di beberapa sekolah ditemukan adanya perangkat fasilitas/peralatan yang sudah menjadi “besi tua”. Atau, ada juga sekolah yang tidak tahu harus berbuat apa terhadap seperangkat fasilitas/peralatan TIK yang telah mereka terima. Alhasil, pimpinan sekolah tidak berani memanfaatkannya. Mengapa? Karena unsur ketidaktahuan pimpinan sekolah (tidak ada pelatihan bagi mereka tentang cara-cara pemanfaatan dan pemeliharaan peralatan), di samping adanya kekhawatiran akan terjadinya kerusakan apabila dicoba-coba untuk memanfaatkannya. Kalau terjadi kerusakan akan fasilitas/peralatan TIK yang diterima, rasa takut membayang-bayangi mereka. Mereka belum atau tidak tahu harus membawa kemana untuk memperbaiki fasilitas/peralatan TIK tersebut dan dari mana biaya untuk memperbaikinya. Akhirnya, yang terjadi adalah bahwa perangkat fasilitas/ peralatan TIK itu tetap tersimpan dengan baik.

Kenyataan mengindikasikan bahwa apabila dimanfaatkan secara efektif, “pendayagunaan TIK dapat mendukung keterampilan berpikir tingkat tinggi dengan cara melibatkan (engaging) siswa melaksanakan tugas-tugas yang autentik dan kompleks dalam konteks belajar kolaboratif” (Means, Blando, Olson, Middleton, Morocco, Remz & Zorfass, 1993). Selanjutnya, Soledad MacKinnon mengemukakan bahwa hanya sebagian kecil aplikasi teknologi (misalnya: drill, latihan, tutorial) yang berkaitan dengan pembelajaran yang terarah (directed instruction); sebagian besar lainnya (misalnya: pemecahan masalah, aplikasi multimedia, telekommunikasi) dapat meningkatkan tidak hanya pembelajaran yang terarah tetapi juga lingkungan yang konstruktif tergantung pada bagaimana para guru mengintegrasikannya ke dalam kegiatan pembelajaran di kelas.



Secara sederhana dapatlah dikemukakan bahwa pada umumnya fasilitas/peralatan TIK dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran karena potensinya antara lain yang dapat:
a.    membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan sistem peredaran darah;
b.    membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat ke dalam lingkungan belajar, seperti: binatang-binatang buas, atau penguin dari kutub selatan;
c.    menampilkan obyek yang terlalu besar, seperti pasar, candi borobudur;
d.    menampilkan obyek yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, seperti: mikro organisme;
e.    mengamati gerakan yang terlalu cepat, misalnya dengan slow motion atau time-lapse photograhy;
f.     memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan lingkungannya;
g.    memungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi  bagi pengalaman belajar siswa;
h.    membangkitkan motivasi belajar  siswa;
i.      menyajikan informasi belajar secara konsisten,  akurat, berkualitas dan dapat diulang penggunaannya atau  disimpan sesuai dengan kebutuhan; atau
j.      menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak untuk lingkup sasaran yang sedikit/kecil atau banyak/luas, mengatasi batasan waktu (kapan saja) maupun ruang di mana saja).

TIK memiliki potensi yang sangat besar dalam membantu peningkatan efektivitas pembelajaran berdasarkan referensi penelitian yang dirujuk Ade Kusnandar. Potensi TIK yang dimaksudkan dikemukakan sebagai berikut:
a.    10% informasi diperoleh dengan cara membaca (teks).      
b.    20% informasi diperoleh dengan cara mendengar (suara).
c.    30% informasi diperoleh dengan cara melihat (grafis/foto).
d.    50% informasi diperoleh dengan cara melihat dan mendengar (video/animasi).
e.    80% informasi diperoleh dengan cara berbicara.
f.     80% informasi diperoleh dengan cara berbicara dan melakukan (interaktif).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar