Total Tayangan Halaman

Minggu, 12 Juni 2011

Strategi Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu

Seorang wanita yang telah menikah akan mengalami masa kehamilan, persalinan hingga menjadi ibu yang merawat serta mendidik anak-anaknya. Ibu merupakan sosok penting dalam membentuk suatu keluarga yang sehat. Oleh karena itu alangkah bijaksana bila setiap ibu maupun keluarga mengetahui dan sadar tentang arti kesehatan. Kesehatan ibu menjadi penentu awal kemajuan bangsa. Anak yang terlahir dari rahim ibu yang sehat dan terpenuhi gizi akan berdampak pada si anak yang akan tumbuh sebagai generasi unggul. Untuk mewujudkannya, pemerintah telah membuat prioritas pembangunan kesehatan yang diarahkan pada peningkatan jumlah, jaringan, dan kualitas puskesmas disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan. Akses dan cakupan pelayanan berkualitas akan mendukung terlaksananya program Indonesia sehat.
Kuantitas kesehatan ibu dapat tercermin dari perhitungan prosentase Angka Kematian Ibu (AKI), namun Indonesia belum memiliki pendukung data statistik vital. Semakin kecil prosentase kematian ibu maka semakin baik pemenuhan gizi Ibu yang menunjukan kesehatan. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa angka kematian ibu di Indonesia menurun menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup periode 1998-2002. Komplikasi kehamilan dan persalinan menjadi akibat kematian terbesar ibu di Indonesia dari kisaran lima juta kelahiran setiap tahun, dua puluh ribu ibu meninggal. Penyebab langsung kematian ibu antara lain komplikasi aborsi, pendarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, infeksi, komplikasi puerperium, partus lama, emboli obstetrik dan trauma obstetrik. Aborsi yang tidak aman berdampak terhadap 11 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia 13 persen). Kematian ini sebenarnya dapat dicegah jika perempuan mempunyai akses terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi serta perawatan terhadap komplikasi aborsi. Sebagian besar kasus perdarahan terjadi pada masa nifas. Perdarahan biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak yang menyumbang atas 28 persen kematian ibu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 13 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen). Partus lama, yang berkontribusi bagi sembilan persen kematian ibu (rata-rata dunia 8 persen), sering disebabkan oleh disproposi cephalopelvic, kelainan letak, dan gangguan kontraksi uterus. Data dari SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan. Sepsis sebagai faktor penting lain penyebab kematian ibu sering terjadi karena kebersihan yang buruk pada saat persalinan atau karena penyakit menular akibat hubungan seks yang tidak diobati. Sepsis ini berkontribusi pada 10 persen kematian ibu (rata-rata dunia 15 persen). Deteksi dini terhadap infeksi selama kehamilan, persalinan yang bersih, dan perawatan semasa nifas yang benar dapat menanggulangi masalah ini.
Tingkat sosial ekonomi, pendidikan, kedudukan peranan wanita, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai keterlambatan. Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang memadai di tempat. Selain itu, faktor lainnya juga mempengaruhi, antara lain terlalu muda memiliki anak (< 20 tahun), terlalu rapat jarak melahirkan (< 2 tahun), telalu tua untuk mempunyai anak (> 35 tahun), dan terlalu banyak memilki anak( > 3 anak). Strategi tepat untuk mengurangi angka kematian ibu di Indonesia diantaranya, mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga, membangun kemitraan yang efektif diantara masyarakat, serta meningkatkan akses dan pelayanan kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar